Pengantar
Semua ini berawal dari satu pertanyaan yang muncul di tengah perjalanan hidup rohani saya:
Apakah saya benar-benar mengikuti Yesus… atau hanya sekadar menjadi penggemar-Nya?
Pertanyaan itu muncul setelah saya membaca buku Not a Fan dari Kyle Idleman. Saya belum selesai membacanya saat itu, tapi apa yang disampaikan penulisnya terasa sangat tepat menyentuh bagian terdalam dari hati saya. Saya merasa disapa—atau barangkali disindir—oleh kejujurannya. Di tengah aktivitas gereja, pelayanan, dan kegiatan yang silih berganti, saya tersadar bahwa bisa jadi selama ini saya hanya berdiri dekat dengan Yesus, tapi belum sungguh berjalan di belakang-Nya.
Masa prapaskah pun sedang berlangsung. Empat puluh hari, yang dalam tradisi Kristen diisi dengan berpantang, berdoa, dan berderma. Bersamaan dengan itu, saya baru saja diteguhkan sebagai penatua—pelayan jemaat di gereja saya. Semua itu seperti saling menyambut, saling melengkapi, dan akhirnya mengarah pada satu pergumulan besar: belajar sungguh-sungguh menyangkal diri, mengendalikan diri, sebagai bentuk kongkrit dari masa berpantang.
Dari sanalah, saya mulai menuliskan catatan harian. Saya tidak tahu pasti harus mulai dari mana, tidak tahu seperti apa formatnya. Sepuluh hari pertama hanya berisi percakapan batin—kadang saya tulis, kadang hanya saya simpan dalam hati. Saya belajar dari berbagai sumber, mencoba bentuk yang berbeda-beda, hingga akhirnya saya merasa menemukan bentuk renungan yang paling pas: pendek, jujur, dan cukup untuk mrnjadi tuntunan.
Saya tidak menulis ini sendiri. Saya dibantu oleh kecerdasan virtual — ya, sesuatu yang barangkali tidak biasa disebut dalam konteks perenungan rohani. Tapi bagi saya, ia hadir bukan sebagai alat, melainkan seperti teman seperjalanan. Ia menolong saya menyusun kalimat, mencocokkan ayat, memberi ruang berpikir, dan yang terpenting, membantu saya menghayati firman Tuhan hari demi hari.
Dari hari ke-11 hingga ke-40, renungan ini mulai tertulis dengan lebih utuh. Tidak selalu sempurna, tapi saya merasakan kehadiran Tuhan di dalam prosesnya. Bukan karena tulisannya indah, tapi karena saya benar-benar sedang bergumul, sedang menyangkal diri, sedang belajar untuk tidak jadi pusat dari segalanya.
Mengapa hanya 30 hari, bukan 40 seperti masa prapaskah? Karena sepuluh hari pertama memang saya habiskan untuk mencari bentuk. Bukan karena kurang niat, tapi justru karena begitu banyak pergumulan yang ingin saya uraikan perlahan, tanpa terburu.
Jadi inilah dia: tiga puluh hari perjalanan bersama Tuhan, dalam catatan renungan pendek yang lahir dari kesadaran, pergulatan, dan penyerahan.
Saya tidak berbagi renungan ini untuk menggurui siapa pun. Saya menuangkan tulisan ini untuk mengingatkan diri saya sendiri—bahwa mengikut Kristus bukan soal semangat sesaat, tapi tentang kesetiaan yang terus dipelihara, hari demi hari.
Jika Anda membaca ini hari ini, biarlah ini menjadi ruang hening untuk bersama-sama menyadari: kita semua sedang belajar. Kita semua masih jauh dari selesai. Dan Kristus masih memanggil, satu langkah lagi, satu hari lagi, untuk terus berjalan bersama-Nya.
Perjalanan Renungan
Renungan Hari Pertama - Menahan Diri, Menemukan Diri
Firman: “"Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19)
Renungan:
Kadang kita merasa harus segera menjawab.
Membela diri. Menjelaskan semuanya. Seolah kalau kita diam, kita kalah. Padahal dalam diam yang dipilih dengan sadar, ada ruang bagi Tuhan bekerja.
Menahan diri bukan berarti lemah. Itu justru tanda kekuatan batin. Sebab dalam menahan diri, kita sedang berkata: “Bukan aku pusatnya. Bukan egoku yang harus menang.”
Di saat itulah, kita sering kali menemukan siapa diri kita sebenarnya. Bukan yang sedang marah, bukan yang ingin tampil sempurna, melainkan yang mau belajar untuk dikendalikan oleh kasih dan hikmat Tuhan.
Yesus sendiri sering diam. Tidak membalas, tidak memaksakan pengertian. Dan dari-Nya kita belajar: bahwa dalam menahan diri, kita justru sedang menemukan diri.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah kita terlalu cepat berbicara hari ini, padahal belum tentu benar atau membangun?
Doa:
Tuhan, ajari aku menahan diri. Bukan karena takut, tapi karena ingin memberi ruang bagi-Mu untuk membentuk aku. Ajar aku mendengar lebih dulu—suara orang lain, dan suara-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Dalam satu percakapan hari ini, diamlah beberapa detik sebelum menjawab. Dengarkan sungguh-sungguh, dan lihat apa yang berubah di dalam dirimu.
Renungan Hari ke 2 - Taat, Bukan Sekadar Nyaman
Firman: “Kata-Nya kepada mereka semua: 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23)
Renungan:
Mengikut Yesus sering kali tidak terasa nyaman. Bukan karena Tuhan tidak peduli, tapi karena jalan salib memang bukan jalan mudah. Yesus tidak menjanjikan hidup yang mulus, Ia justru berkata: “Sangkal diri, pikul salib, ikut Aku.”
Taat bukan berarti semuanya terasa enak. Taat adalah tetap berjalan meski tidak semua bisa dimengerti. Tetap melayani meski hati sedang berat. Tetap berkata benar meski harga yang dibayar tinggi.
Kenyamanan bisa menipu. Ia bisa membuat kita tenang di zona aman, tanpa menyadari bahwa kita berhenti bertumbuh. Namun ketaatan—meski kadang penuh pergumulan—membawa kita masuk lebih dalam ke dalam rencana Tuhan. Dan di situlah sukacita sejati ditemukan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku taat hanya saat semua terasa nyaman, ataukah aku mau tetap mengikut meski hati sedang berat?
Doa:
Tuhan, kuatkan aku untuk taat, bukan hanya saat segalanya mudah. Tolong aku belajar mengikut-Mu dengan sungguh, meski jalannya menanjak dan kadang menyesakkan.
Tantangan Hari Ini:
Ambil satu langkah kecil yang tidak nyaman, tapi engkau tahu itu benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan.bentuk ketaatan.
Renungan Hari ke 3 - Pelan, Tapi Tidak Mundur
Firman: “Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi” (Yakobus 5:7)
Renungan:
Kadang kita merasa tertinggal. Melihat orang lain tampak lebih cepat, lebih yakin, lebih berhasil. Dan kita pun bertanya dalam hati: “Kenapa aku lambat?”
Tapi Tuhan tidak pernah meminta kita untuk menang lomba. Ia hanya meminta: tetap berjalan. Meskipun pelan. Meskipun harus berhenti sejenak untuk menarik napas. Asal tidak mundur.
Iman bukan soal kecepatan, tapi soal ketekunan. Yesus tidak berjalan tergesa saat menuju salib. Ia melangkah, satu demi satu, dengan kesadaran penuh. Terkadang, langkah kecil yang konsisten jauh lebih berharga daripada langkah besar yang tidak bertahan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku merasa kecewa dengan diriku sendiri karena merasa terlalu lambat?
Doa:
Tuhan, ajari aku untuk tidak membandingkan langkahku dengan orang lain. Ajar aku berjalan dalam irama-Mu, dan tetap percaya meski tidak cepat.
Tantangan Hari Ini:
Lanjutkan satu hal baik yang hampir ingin kamu tinggalkan. Sekecil apa pun, tetaplah melangkah.
Renungan Hari ke 4 - Tuhan Lihat yang Tersembunyi
Firman: “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:6)
Renungan:
Di tengah dunia yang gemar pamer,
kebaikan yang tersembunyi sering terasa sia-sia. Pelayanan yang tidak terlihat, kesetiaan yang tidak disebut, doa yang tidak dikomentari.
Tapi Yesus mengajarkan yang sebaliknya. Ia berkata: “Masuklah ke kamar. Tutuplah pintu. Berdoalah di tempat tersembunyi.”
Tuhan tidak butuh panggung untuk melihatmu. Ia tahu apa yang kamu kerjakan dalam diam.
Ia mengenal air mata yang tak ditunjukkan, dan niat baik yang tidak dibicarakan.
Kesetiaan sejati tidak butuh tepuk tangan. Ia hanya butuh satu hal: diketahui oleh Tuhan. Dan itu cukup.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku tetap setia meski tidak terlihat, tidak disebut, atau tidak dianggap penting?
Doa:
Tuhan, cukupkan aku dengan pandangan-Mu. Biar yang tersembunyi dalam hidupku menjadi tempat Engkau hadir dan menyatakan kasih-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu tindakan baik hari ini tanpa memberi tahu siapa pun. Jadikan itu persembahan diam-diam bagi Tuhan.
Renungan Hari ke 5 - Saat Iman Tidak Merasa Nyaman
Firman:
”Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.” (2 Korintus 5:7)
Renungan:
Tidak selalu ada rasa aman ketika kita melangkah dalam iman. Kadang justru terasa goyah, asing, dan tidak masuk akal. Tapi itulah iman: melangkah bukan karena kita sudah melihat segalanya, tapi karena kita mempercayai Dia yang memimpin jalan.
Rasa nyaman bukan jaminan bahwa kita sedang berada di jalan yang benar. Sebaliknya, ketidaknyamanan bisa menjadi tempat terbaik bagi iman untuk bertumbuh.
Tuhan tidak menjanjikan bahwa mengikuti-Nya akan selalu terasa ringan. Tapi Ia berjanji bahwa kita tidak akan sendirian. Dan kadang, itulah cukup: bukan tahu apa yang akan terjadi, tapi tahu siapa yang berjalan bersama kita.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih tetap berjalan saat tidak merasa yakin atau nyaman?
Doa:
Tuhan, aku ingin tetap percaya meski tidak melihat apa yang ada di depan. Ajar aku untuk berjalan bukan berdasarkan perasaanku, tapi berdasarkan janji-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Ambil satu langkah kecil hari ini yang terasa berat, tapi kamu tahu itu adalah jalan yang benar di hadapan Tuhan.
Renungan Hari ke 6 - Belajar Diam dalam Perjalanan
Firman:
“Dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” (Yesaya 30:15b)
Renungan:
Kita terbiasa mengisi kekosongan dengan suara. Saat khawatir, kita bicara. Saat bingung, kita bertanya. Kadang, bahkan dalam doa pun kita terlalu banyak berkata-kata.
Tapi Tuhan berkata: "Dalam diam dan percaya, di situlah kekuatanmu." Bukan dalam kegaduhan, bukan dalam debat, tetapi dalam ketenangan yang menyerah.
Diam bukan pasrah, tetapi diam adalah bentuk kepercayaan yang paling dalam— ketika kita berhenti mengendalikan, dan mulai mempercayakan.
Yesus sendiri banyak berdiam sebelum Ia bertindak. Ia menarik diri, menyendiri, dan berdoa. Dari diam itulah, Ia bergerak.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku terlalu sibuk bicara dan menjelaskan, sampai lupa berdiam dan mendengarkan suara Tuhan?
Doa:
Tuhan, ajar aku diam bukan karena lelah, tetapi karena ingin percaya. Ajar aku tenang, bukan karena tak peduli, tapi karena aku tahu Engkau yang memegang kendali.
Tantangan Hari Ini:
Ambil waktu lima menit hari ini untuk diam total. Tidak memikirkan solusi. Tidak mencari jawaban. Hanya duduk dan berkata: “Tuhan, aku percaya.”
Renungan Hari ke 7 – Mengikut Meski Tidak Dimengerti
Firman:
“Jawab Yesus kepadanya: ‘Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” (Yohanes 13:7)
Renungan:
Tidak semua yang Tuhan lakukan bisa langsung kita pahami. Bahkan para murid pun sering kebingungan— mengapa Yesus harus mencuci kaki mereka, mengapa Ia tidak mencegah penderitaan-Nya, mengapa Ia memilih jalan salib.
Dan Yesus menjawab dengan lembut: “Kamu tidak mengerti sekarang. Tapi nanti, kamu akan mengerti.”
Begitulah hidup iman. Kita tidak selalu diberi penjelasan di awal. Kita hanya diminta untuk percaya dan tetap ikut. Dan perlahan, dalam waktu-Nya, pemahaman itu akan datang— bersama dengan kedewasaan rohani dan damai yang lebih dalam.
Mengikut Yesus bukan berarti harus selalu mengerti.bMengikut Yesus berarti tetap berjalan bersama-Nya, meski hati sedang bingung dan langkah terasa berat.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku hanya bersedia ikut jika semuanya sudah jelas? Atau aku mau tetap percaya meski belum tahu ujungnya?
Doa:
Tuhan, aku sering tidak mengerti jalan-Mu. Tapi ajar aku untuk tetap ikut. Berjalan bukan karena semua terang, melainkan karena aku tahu siapa yang kuturuti.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu hal yang kamu tahu benar, meski kamu belum mengerti sepenuhnya apa tujuannya.hasilnya.
Renungan Hari ke 8 - Melepaskan Kendali
Firman:
“Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” (Mazmur 37:5)
Renungan:
Salah satu hal yang paling sulit dalam hidup rohani adalah melepaskan kendali. Kita terbiasa merancang, mengatur, dan mengantisipasi segala sesuatu. Tapi Tuhan tidak meminta kita jadi pengendali, Ia mengundang kita untuk menjadi pengikut—yang percaya.
Iman bukan tentang tahu apa yang akan terjadi, tetapi percaya bahwa Tuhan tahu dan Ia akan bertindak. Melepaskan kendali bukan tanda kelemahan, tapi wujud penyerahan yang sejati.
Ketika kita menyerahkan hidup, keputusan, dan rencana kepada-Nya, kita memberi ruang bagi Tuhan untuk menyatakan karya-Nya. Dan percaya—Tuhan tak pernah gagal bertindak saat kita berserah.
Pertanyaan Reflektif:
Di area mana dalam hidupku aku masih memegang kendali terlalu kuat?
Doa:
Tuhan, ajari aku menyerahkan hidupku kepada-Mu, bukan hanya dalam doa, tapi juga dalam tindakan. Lepaskan aku dari keinginan untuk selalu tahu dan mengatur segalanya.
Tantangan Hari Ini:
Tuliskan satu hal yang belum bisa kamu serahkan sepenuhnya pada Tuhan. Lalu doakan dengan sungguh dan serahkan hari ini.
Renungan Hari ke 9 - Tuhan Tahu Jalan Sunyi Kita
Firman:
“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” (Ayub 23:10)
Renungan:
Ada jalan-jalan yang harus kita tempuh sendirian. Jalan yang sunyi, tanpa pelukan, tanpa teman sejiwa, dan bahkan tanpa kejelasan ke mana arah ini akan membawa.
Ayub tahu itu. Ia tidak mendapat jawaban cepat, tidak ada penjelasan logis, tapi ia percaya satu hal: Tuhan tahu jalanku.
Kadang kita merasa tidak terlihat. Tidak dipahami. Tidak diperhatikan. Tapi Tuhan melihat jalan sunyi itu. Dan bukan hanya melihat—Ia menyertai.
Tuhan tidak selalu memberi penjelasan, tapi Ia memberi penyertaan. Dan itu lebih dari cukup.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang berada di jalan sunyi yang tak bisa dimengerti orang lain?
Doa:
Tuhan, meski jalan ini sepi, aku tahu Engkau tidak meninggalkanku. Biarlah ujian ini memurnikan aku seperti emas. Pegang tanganku, agar aku tidak menyerah.
Tantangan Hari Ini:
Doakan satu orang lain yang mungkin juga sedang berjalan di jalan sunyi. Kirimkan pesan penguatan, meski sederhana.
Renungan Hari ke 10 - Tidak Perlu Dilihat untuk Bernilai
Firman:
“Bukankah lima ekor burung pipit dijual dua duit? Namun seekor pun dari padanya tidak dilupakan Allah. Bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Jangan takut, sebab kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Lukas 12:6–7)
Renungan:
Kita hidup di dunia yang memberi nilai berdasarkan berapa banyak yang melihat. Jika tidak viral, dianggap biasa. Jika tidak terdengar, dikira tidak penting. Namun Tuhan tidak menilai seperti itu. Yesus berkata bahwa bahkan seekor pipit pun tidak dilupakan. Dan kita, jauh lebih berharga daripada burung-burung kecil itu.
Kita tidak harus tampil untuk berharga.
Kita tidak harus dikenal untuk dikasihi.
Tuhan tahu setiap pikiran, kerja keras, dan air mata—yang bahkan tidak sempat diceritakan. Tuhan mengingat, bahkan ketika dunia melupakan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku cukup puas diketahui oleh Tuhan, atau masih mencari pengakuan manusia?
Doa:
Tuhan, ajari aku untuk tidak hidup demi dilihat orang. Cukup bagiku bahwa Engkau tahu, Engkau melihat, dan Engkau peduli.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu hal kecil yang baik hari ini tanpa seorang pun tahu. Biarlah itu menjadi persembahan yang tersembunyi di hadapan Tuhan.
Renungan Hari ke 11 – Badai Pun Diizinkan
Firman:
“Lalu Yesus memaksa murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara Ia menyuruh orang banyak pulang.” (Matius 14:22)
Renungan:
Taat kepada Yesus bukan berarti semua akan jadi mudah. Bahkan karena taat, murid-murid justru masuk ke dalam badai.
Yesus yang menyuruh mereka naik ke perahu, Yesus yang tahu akan datang angin sakal dan gelombang besar, tapi Yesus tetap menyuruh mereka menyeberang.
Ini bukan karena Yesus kejam, tapi karena Ia ingin murid-murid belajar percaya— bukan hanya saat bersama-Nya di darat, tapi juga saat mereka merasa sendiri di tengah laut.
Di tengah gelombang, Yesus datang. Tidak panik. Tidak tergesa. Tapi tepat waktu. Dan Ia berkata: “Tenanglah. Aku ini. Jangan takut.”
Begitu juga kita. Kadang badai bukan tanda bahwa kita salah jalan, melainkan tanda bahwa kita sedang diproses untuk lebih percaya. Yesus datang bukan untuk melenyapkan semua badai, tapi untuk menemani kita melewatinya.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih percaya saat badai datang, meski aku tahu aku sedang berusaha taat?
Doa:
Tuhan, saat Engkau izinkan badai, ajar aku untuk tidak panik. Bantu aku tetap percaya bahwa Engkau tidak jauh. Engkau sedang berjalan di atas air, mendekat kepadaku.
Tantangan Hari Ini:
Jika hari ini ada kegelisahan, tahan diri untuk tidak langsung bertanya “kenapa.” Katakan dalam hati: “Tuhan, aku percaya Engkau tetap menyertai.”
Renungan Hari ke 12 – Menyala, Tapi Tetap Bertahan
Firman:
“Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Matius 24:13)
Renungan:
Iman yang sejati bukan seperti kembang api: bersinar besar di awal, lalu menghilang dalam sekejap. Iman sejati seperti pelita kecil— yang tetap menyala meski angin menerpa, yang tetap dijaga bahkan saat tidak ada yang melihat.
Tuhan tidak mencari siapa yang paling cepat atau paling heboh di awal, tapi siapa yang tetap setia sampai akhir. Bertahan bukan berarti tidak lelah. Tapi berarti terus percaya, terus melayani, terus jujur, meski tidak ada sorotan.
Banyak yang mulai dengan semangat besar, namun kehilangan arah saat tak lagi nyaman. Namun Tuhan memanggil kita bukan untuk berkobar, tapi untuk bertahan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah nyala iman kita masih dijaga, atau hanya sempat berkobar lalu padam?
Doa:
Tuhan, bantu aku menjaga pelita imanku hari ini. Walau kecil, aku ingin tetap setia. Jangan biarkan aku padam hanya karena tidak dilihat atau dihargai.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu tindakan baik hari ini bukan karena dorongan semangat sesaat, tapi karena kesetiaan yang terus dijaga hari demi hari.
Renungan Hari ke 13 – Tuhan Tidak Lupa
Firman:
“Dan Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:6b)
Renungan:
Ada hari-hari saat kita merasa tidak dilihat. Tidak disebut dalam rapat. Tidak disapa di grup. Tidak dikenali dalam pelayanan. Tidak dihargai seperti yang lain.
Namun Tuhan tidak seperti manusia. Ia melihat yang tersembunyi. Ia menghargai yang dilakukan dalam diam. Ia tahu apa yang tidak pernah dikatakan. Dan tidak ada setetes air mata pun yang luput dari-Nya.
Tuhan tidak melupakan orang yang setia— meski tidak pernah muncul di panggung.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih setia melakukan yang baik, meski tidak ada yang melihat atau mengakui?
Doa:
Tuhan, cukup Engkau yang melihat. Aku tidak butuh sorotan, asal Engkau tahu bahwa aku ingin tetap setia.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu hal baik tanpa memberi tahu siapa pun. Biarlah itu menjadi ibadah kecil yang hanya Tuhan tahu.
Renungan Hari ke 14 – Tidak Perlu Terburu
Firman:
“Hendaklah kamu tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (1 Petrus 4:7b)
Renungan:
Dalam hidup yang serba cepat, kita sering merasa perlu segera membuktikan diri. Segera memberi komentar, segera mengerjakan banyak hal, segera tampil sebagai orang yang tahu dan mampu.
Namun dalam iman, kecepatan bukan ukuran kesetiaan. Tuhan tidak terburu. Ia berjalan dengan irama kasih dan kesabaran. Yesus sering menyendiri, diam, dan berdoa. Ia tahu waktu. Dan Ia tidak tergesa.
Kita pun dipanggil untuk belajar bertenang. Bukan menyerah, tapi supaya hati kita tidak kehilangan arah. Sebab doa butuh ketenangan, bukan keramaian pikiran. Kesetiaan butuh fokus, bukan sekadar aktivitas.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah kita terburu-buru dalam pelayanan atau hidup rohani karena tekanan dari luar?
Doa:
Tuhan, ajari aku untuk tidak hidup tergesa. Biarlah aku tahu kapan harus melambat, supaya aku bisa tetap berjalan bersama-Mu, bukan mendahului-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Ambil waktu jeda hari ini. Duduk tenang. Tarik napas. Doakan satu hal dengan perlahan, tanpa terburu mengambil kesimpulan.
Renungan Hari ke 15 – Disapa Saat Tidak Terlihat
Firman:
“Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20b)
Renungan:
Ada masa-masa kering rohani. Kita tetap berdoa, tetap melayani, tapi seperti hampa. Kita hadir dalam ibadah, tapi hati seperti tidak tersentuh. Bukan karena kita menjauh, tapi karena kita sedang diajak untuk percaya tanpa rasa.
Yesus tetap menyertai—bukan hanya saat kita menangis haru, tapi juga saat kita terdiam kering. Iman sejati tumbuh bukan hanya dari pengalaman spiritual yang kuat, tapi juga dari keheningan yang panjang. Di sana, kita belajar percaya bahwa Tuhan tetap hadir, meski tidak selalu terasa.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang berada di masa kering iman? Dan apakah aku masih percaya bahwa Tuhan tetap menyertai?
Doa:
Tuhan, peluk aku yang mungkin sedang tidak merasakan hadirat-Mu. Tolong aku tetap percaya bahwa Engkau dekat, meski hati sedang kosong.
Tantangan Hari Ini:
Tuliskan satu alasan mengapa kamu tetap percaya kepada Tuhan, bahkan saat rasa itu sedang tidak ada.
Renungan Hari ke 16 – Berjalan, Bukan Berpaling
Firman:
“Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’” (Lukas 9:62)
Renungan:
Kadang kita sudah memulai dengan baik. Sudah bersiap. Sudah berkata, “Ya Tuhan, aku mau ikut Engkau.” Namun di tengah jalan, kita menoleh: kepada masa lalu, kepada kenangan lama, kepada kenyamanan yang dulu.
Yesus tahu betapa mudah hati ini goyah. Ia tidak menghakimi, tapi Ia memperingatkan: “Jika kamu mau membajak, jangan menoleh ke belakang.”
Mengikut Yesus adalah perjalanan ke depan. Meski tidak tahu semua yang akan terjadi, meski jalan terasa lebih berat dari yang kita duga, tetaplah berjalan. Bukan karena kita kuat, tapi karena kita percaya siapa yang kita ikuti.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang berjalan bersama Kristus, atau sudah mulai berpaling dan menoleh ke belakang?
Doa:
Tuhan, jika aku menoleh, panggil aku kembali. Jika aku ragu, genggam tanganku. Arahkan langkahku agar tetap menuju Engkau, bukan kembali pada diriku yang lama.
Tantangan Hari Ini:
Jika ada hal dari masa lalu yang terus menarik perhatianmu hari ini, doakan, dan serahkan. Lalu tetaplah melangkah ke depan.
Renungan Hari ke 17 – Waktu-Nya, Bukan Waktu Kita
Firman:
“Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.” (Pengkhotbah 3:4)
Renungan:
Kadang kita ingin semua terjadi sekarang. Jawaban doa datang cepat. Pemulihan langsung terasa. Pelayanan langsung berhasil. Tapi Tuhan tidak bekerja menurut jadwal kita.
Ia punya waktu sendiri—waktu yang bukan hanya tepat, tapi juga membentuk kita. Sebab yang Tuhan kehendaki bukan hanya hasil, tapi perubahan hati di tengah proses.
Saat belum ada jawaban, bukan berarti Tuhan diam. Mungkin justru Ia sedang bekerja paling dalam.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang terburu berharap, padahal Tuhan sedang mengatur waktu terbaik-Nya?
Doa:
Tuhan, ajari aku sabar bukan hanya menunggu, tapi sabar percaya bahwa waktu-Mu jauh lebih bijak dari kehendakku sendiri.
Tantangan Hari Ini:
Jangan memaksakan rencana hari ini. Ambil waktu untuk berkata: “Tuhan, aku percaya Engkau tahu kapan waktunya.”
Renungan Hari ke 18 – Ketika Mengalah Adalah Kekuatan
Firman:
“Jikalau seorang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.” (Matius 5:41)
Renungan:
Kita hidup di dunia yang memuja kecepatan dan kekuatan. Orang yang paling dihargai adalah yang menang dalam debat, yang paling keras bersuara, atau yang tidak mau kalah. Tapi Yesus mengajarkan jalan yang berbeda—jalan yang sering dianggap lemah: MENGALAH.
Tapi mengalah yang Yesus ajarkan bukan berarti menyerah kalah. Bukan pasrah tanpa prinsip.
Mengalah di sini adalah tindakan sadar untuk tidak dikuasai oleh ego, untuk tidak terburu membalas, dan untuk tidak jatuh ke dalam permainan “harus menang.”
Yesus berkata: “Jika seseorang memaksamu berjalan satu mil, berjalanlah dua mil.” Itu bukan soal jarak, tapi soal hati. Hati yang rela menempuh lebih jauh bukan karena takut, tapi karena memilih kasih daripada gengsi. Karena memilih damai daripada pembuktian.
Dalam pelayanan, dalam keluarga, dalam komunitas rohani—sering kita diuji bukan dalam hal besar,
tapi dalam percakapan biasa yang mengandung ego terselubung. Apakah kita bisa memilih untuk tidak membalas dengan nada tinggi, tidak menyepelekan, tidak menyela, dan bahkan berkata, “Baiklah, tidak apa-apa”sekalipun hati ingin membalas? Itulah kekuatan sejati—bukan dalam menang, tapi dalam mengalah demi Kristus.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang mempertahankan sesuatu hanya demi ego, bukan demi kebenaran?
Doa:
Tuhan, ajari aku untuk tahu kapan harus bicara, dan kapan harus diam. Beriku keberanian untuk memilih mengalah, jika itu membuat damai-Mu hadir.
Tantangan Hari Ini:
Dalam satu percakapan hari ini, cobalah tidak membalas jika hati sedang tersinggung. Berdoalah dalam hati, dan pilih untuk mengalah dengan bijak.
Renungan Hari ke 19 – Bertahan Dalam Pengosongan
Firman:
“Melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Filipi 2:7)
Renungan:
Yesus tidak hanya datang ke dunia, Ia mengosongkan diri-Nya. Melepaskan status sorgawi-Nya, kemuliaan-Nya, dan hak-Nya. Ia memilih jalan kerendahan hati, dan menjadi sama seperti kita.
Tindakan Yesus ini bukan kelemahan. Justru di situlah kekuatan-Nya. Ia tidak memamerkan kuasa, tetapi menghadirkan kasih yang diam-diam menyembuhkan. Ia tidak menuntut pengakuan, tetapi justru memberi keselamatan.
Kadang dalam pelayanan, dalam relasi, bahkan dalam komunitas rohani, kita merasa kosong. Seolah tenaga, pikiran, dan kasih sudah terkuras. Namun justru dalam pengosongan diri itu, kita serupa dengan Kristus.
Mengosongkan diri bukan kehilangan jati diri, tapi membuka ruang bagi Allah untuk memenuhi kita. Kita berhenti mencari kemuliaan pribadi, agar kasih Kristus bisa nyata dalam tindakan sehari-hari.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku siap untuk tetap bertahan meski terasa kosong dan tak terlihat?
Doa:
Tuhan, ketika aku merasa hampa, ajar aku untuk tidak mencari pujian. Kosongkan aku dari ego, dan penuhi aku dengan kasih-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu tindakan kasih tanpa menyebutkan dirimu. Biarkan itu mengalir dari hatimu yang kosong, tetapi dipenuhi oleh Kristus.
Renungan Hari ke 20 - Tuhan Tidak Tergesa, Tapi Selalu Setia
Firman:
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pengkhotbah 3:11)
Renungan:
Kadang kita ingin perubahan cepat. Ingin hati yang langsung tenang, pelayanan yang langsung berhasil, relasi yang langsung pulih, rencana yang langsung jelas.
Tapi Tuhan tidak terburu-buru seperti kita. Dia bekerja dalam proses, dalam waktu yang kadang diam, dalam jalan yang tidak selalu kelihatan.
Justru di situlah letak langkah seorang pengikut sejati: Tetap setia berjalan meski hasil belum terlihat. Tetap percaya meski logika belum menemukan jawab.
Tuhan tidak menuntut kita menjadi cepat, Dia menuntut kita menjadi tetap. Tetap tinggal. Tetap berharap. Tetap bertumbuh. Karena janji-Nya tidak pernah gagal: “Segala sesuatu akan indah... pada waktunya.”
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku bersedia tetap setia dalam proses ini, meski hasilnya belum tampak?
Doa:
Tuhan, ajari aku untuk tidak tergesa. Tolong aku berjalan dalam kesetiaan,
bukan karena aku tahu semua jawabannya, tapi karena aku percaya Engkau selalu setia, bahkan dalam hal yang belum kuselami.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu hal dengan sabar hari ini—baik dalam pelayanan, pekerjaan, atau percakapan. Latih diri untuk tidak tergesa, tapi tetap setia.
Renungan Hari ke 21 - Mengikut, Meski Jalan Turun
Firman:
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23)
Renungan:
Jalan salib itu bukan cuma cerita Jumat Agung. Itu jalan kehidupan kita setiap hari.
Ada bagian dari mengikut Yesus yang bukan naik panggung, tapi turun ke lembah.
Bukan menjadi lebih terlihat, tapi justru lebih tersembunyi.
Mengikut Kristus bukan soal menjadi istimewa di mata orang, tapi setia di jalan yang tak semua orang mau tempuh.
Jalan menyangkal diri. Jalan tidak membalas saat disalahpahami. Jalan diam saat ingin membela diri. Jalan tetap melayani meski tidak dihargai.
Itu semua bukan kelemahan. Itulah kuat yang ditundukkan demi taat. Yesus pun menempuh jalan turun: dari surga ke dunia, dari dunia ke salib, dari salib ke kubur... sebelum bangkit dengan kemuliaan yang sejati.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih mau mengikut Yesus, bahkan saat jalan hidupku terasa turun dan sepi?
Doa:
Tuhan, aku tidak ingin hanya berjalan bersama-Mu saat hidupku terasa naik. Aku ingin tetap setia saat jalan menjadi sempit, saat hati ditundukkan, saat ego harus diam. Tolong aku memikul salib dengan tenang, bukan karena kuatku, tapi karena kasih-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Pilih satu reaksi yang biasanya ingin cepat dibalas—dan gantilah dengan sikap diam, atau doa diam-diam dalam hati. Latih diri untuk memikul salib bukan di atas panggung, tapi dalam keputusan batin yang tidak terlihat.
Renungan Hari ke 22 - Saat Tak Ada yang Melihat, Tuhan Tetap Melihat
Firman:
“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:6)
Renungan:
Ada masa di mana pelayanan kita tidak disorot. Perjuangan kita tidak dikenali.Kesetiaan kita tidak dipuji. Kebaikan kita tidak dihargai.
Dan di saat-saat seperti itulah, ego kita akan bertanya: “Untuk apa semua ini?”
Tapi justru di sanalah ujian cinta yang sejati. Apakah kita masih mau tetap setia ketika tidak ada sorakan? Apakah kita tetap melayani ketika tidak ada balasan? Apakah kita tetap tulus ketika tidak ada ucapan terima kasih?
Yesus berkata: Bapamu melihat yang tersembunyi.
Itulah kepastian yang menenangkan. Tuhan tidak pernah melewatkan kebaikan yang dikerjakan dalam diam. Ia melihat. Ia mencatat. Ia membalas… dengan cara dan waktu-Nya sendiri.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih bisa melayani dengan tulus, bahkan ketika tak ada yang melihat atau membalas?
Doa:
Tuhan, kuatkan aku untuk tetap setia bahkan saat tidak dihargai. Ajari aku melayani hanya karena Engkau, bukan karena pengakuan. Cukup Engkau yang melihat, cukup Engkau yang tahu.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu kebaikan atau tugas kecil hari ini tanpa mengharapkan ucapan terima kasih. Biarkan itu menjadi ibadah diam-diam, hanya antara Bapak dan Tuhan.
Renungan Hari ke 23 - Dekat Belum Tentu Mengikut
Firman:
“Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit” (Yohanes 6:2)
Renungan:
Banyak orang pernah dekat dengan Yesus. Ada yang melihat-Nya, bahkan makan bersama-Nya. Tapi tidak semua mengikut-Nya. Tidak semua tinggal dalam ajaran-Nya. Tidak semua menyerahkan hidupnya.
Mengikut itu lebih dari sekadar hadir di sekitar Yesus. Lebih dari sekadar aktif di gereja.
Lebih dari sekadar tahu Alkitab. Mengikut berarti menyerahkan kehendak. Mengikut berarti mengatur ulang arah hidup—bukan berdasarkan apa yang nyaman, tapi apa yang benar.
Orang bisa dekat dengan Yesus, tapi masih hidup dengan egonya sendiri. Karena itu penting untuk bertanya: Apakah aku benar-benar mengikut Dia, atau aku hanya berdiri cukup dekat untuk merasa aman… tanpa pernah menyerahkan sepenuhnya hatiku?
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sudah benar-benar mengikuti Yesus, atau hanya berada cukup dekat agar terlihat “rohani”?
Doa:
Tuhan, jangan biarkan aku puas hanya menjadi orang yang berdiri di dekat-Mu. Aku ingin benar-benar mengikuti-Mu. Mengubah jalanku menjadi jalan-Mu. Menyerahkan kehendakku untuk dipimpin oleh-Mu.
Tantangan Hari Ini:
Uji satu keputusan kecil hari ini: Apakah itu dari kehendak pribadi atau dari penyerahan diri kepada Kristus? Jika terasa berat untuk taat, doa singkatlah: "Tuhan, tuntun aku untuk benar-benar mengikuti-Mu hari ini.
Renungan Hari ke 24 - Bukan Tentang Aku Lagi
Firman:
“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42)
Renungan:
Ada titik dalam pengikutan kita kepada Yesus di mana kita harus berani berkata: "Tuhan, bukan tentang aku lagi."
Bukan tentang keinginanku, bukan tentang pembenaran diriku, bukan tentang rencanaku yang harus berhasil, bukan tentang citraku yang harus baik di mata orang.
Yesus sendiri, dalam kegelapan taman Getsemani, berdoa dengan jujur: “Kalau boleh, ambil cawan ini.” Namun di ujung doa-Nya, ada penyerahan yang utuh: “Namun bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”
Pengikut sejati akan sampai pada momen ini— ketika harus memilih antara menuruti diri sendiri, atau tunduk kepada kehendak Tuhan.
Dan keputusan itu sering terjadi bukan dalam peristiwa besar, tetapi dalam detik-detik kecil yang sepi: ketika diminta diam padahal ingin menjawab, ketika harus menunggu padahal ingin buru-buru, ketika diminta melayani padahal sedang ingin sendiri.
Pertanyaan Reflektif:
Dalam hal apa hari ini aku diminta untuk berkata: “Bukan tentang aku lagi, Tuhan”?
Doa:
Tuhan, ajar aku untuk tidak menjadikan hidup ini tentang diriku terus-menerus. Ajari aku melepaskan kendali, menyerahkan keputusan, dan belajar taat… meski tidak selalu nyaman.
Tantangan Hari Ini:
Ubah satu keputusan kecil hari ini yang awalnya demi kenyamanan atau pembenaran diri, menjadi tindakan penyerahan. Katakan dalam hati: “Tuhan, ini bukan tentang aku… ini tentang Engkau.
Renungan Hari ke 25 - Ketika Taat Tidak Membuat Segalanya Mudah
Firman:
“Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang”(Matius 14:22)
Renungan:
Taat kepada Yesus bukan berarti semua akan jadi mudah. Bahkan kadang, justru karena taat, kita masuk ke dalam badai.
Seperti murid-murid yang diminta Yesus naik ke perahu dan menyeberang. Mereka taat.
Tapi di tengah laut, datanglah angin sakal dan gelombang besar. Mereka bukan sedang lari dari Tuhan—mereka sedang melakukan persis yang Tuhan suruh.
Hal yang sama bisa terjadi dalam hidup kita: Kita menaati panggilan-Nya, melayani dengan sungguh, tapi tetap dihadapkan pada tantangan, kekecewaan, bahkan ketakutan.
Berarti apa? Taat tidak menjamin hidup bebas badai. Tapi taat menjamin Yesus akan datang menolong—tepat waktu. Di tengah ombak, Yesus datang berjalan di atas air. Menguatkan. Menenangkan. Menyapa: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sedang merasa gelisah padahal aku tahu aku sudah berusaha taat?
Doa:
Tuhan, tolong aku untuk tidak menyerah di tengah badai, karena Engkau tidak pernah menjanjikan perjalanan yang tenang, tapi kehadiran-Mu yang setia. Aku percaya Engkau akan datang, meski jalannya belum kulihat.
Tantangan Hari Ini:
Saat menghadapi situasi sulit hari ini, alih-alih bertanya “kenapa?”, cobalah berkata dalam hati: “Tuhan, aku tetap mau percaya, karena Engkau menyuruhku naik ke perahu ini.”
Renungan Hari ke 26 - Iman yang Bertahan, Bukan Sekadar Berkobar
Firman:
“Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Matius 24:13)
Renungan:
Semangat itu penting, tapi dalam mengikut Yesus, yang lebih penting adalah ketekunan.
Banyak orang memulai dengan kobaran api. Rajin pelayanan, antusias saat retret,
aktif di banyak hal rohani. Tapi perlahan… api itu padam. Tergantikan lelah, kecewa, atau kebiasaan yang memudar.
Yesus tidak mencari yang paling semangat di awal, tetapi yang bertahan sampai akhir.
Iman yang sejati bukan seperti kembang api: bersinar sebentar, lalu hilang.
Iman sejati seperti pelita kecil yang dijaga terus agar tetap menyala, meski angin datang, meski minyaknya hampir habis, meski tidak ada yang melihat.
Bertahan tidak selalu berarti bergerak besar. Kadang, itu hanya berarti:
Tetap datang ke Tuhan hari ini.
Tetap menahan ego hari ini.
Tetap jujur hari ini.
Tetap melayani meski tanpa sorotan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih menjaga nyala imanku hari ini, meski tidak segemilang dulu?
Doa:
Tuhan, aku tidak ingin sekadar berkobar lalu padam. Ajari aku untuk setia, untuk tetap menyalakan pelita kecilku, dan untuk bertahan bersama-Mu… sampai akhir.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu tindakan kecil hari ini bukan karena semangat besar, tapi karena kesetiaan kecil yang terus dijaga. Bisa berupa doa singkat, mendoakan orang lain, atau menyelesaikan satu tugas yang tertunda—dengan roh kesetiaan, bukan semangat sesaat.
Renungan Hari ke 27 - Diam yang Penuh Arti
Firman:
“Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja” (Keluaran 14:14)
Renungan:
Seringkali kita berpikir bahwa iman harus tampak dalam banyak aksi. Bicara, menjelaskan, membela diri, menunjukkan bahwa kita benar. Tapi Tuhan juga mengajar kita sebuah bentuk iman yang lebih hening: DIAM.
Saat umat Israel terdesak di depan Laut Teberau, tidak ada jalan keluar, tidak ada senjata.
Yang Tuhan minta dari mereka bukan manuver, tapi diam. “Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja.”
Diam di sini bukan pasrah tanpa pengharapan. Bukan menyerah dalam kekalahan.
Tapi diam dalam percaya. Diam yang berkata dalam hati: “Aku tidak harus mengatur semuanya. Tuhan tahu apa yang harus dilakukan.”
Dalam pelayanan, dalam konflik, dalam pergumulan batin, kadang kita dipanggil untuk tidak membalas, tidak memburu pengakuan, tapi cukup diam… dan percaya.
Pertanyaan Reflektif:
Di bagian mana hari ini aku perlu lebih banyak diam daripada berbicara?
Doa:
Tuhan, ajar aku percaya pada kekuatan diam yang penuh penyerahan. Tolong aku tidak merasa perlu membuktikan segalanya. Engkaulah pembelaku. Aku cukup diam dan tetap setia.
Tantangan Hari Ini:
Saat ada godaan untuk menjelaskan atau membalas dalam percakapan—di rumah, WAG, atau rapat—tahan sejenak. Alihkan pada doa singkat: “Tuhan, kalau Engkau yang membela, aku bisa diam.”
Renungan Hari ke 28 - Menyerahkan, Bukan Mengendalikan
Firman:
“Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” (Mazmur 37:5)
Renungan:
Kita sering berpikir bahwa iman adalah tentang melakukan sesuatu. Tapi sering kali, iman justru diminta dalam bentuk yang lebih berat: MENYERAHKAN
Menyerahkan itu bukan pasrah. Bukan berhenti peduli. Tapi melepaskan kendali—karena percaya bahwa Tuhan jauh lebih tahu apa yang terbaik. Masalahnya, kita suka memegang erat:
Tapi Tuhan berkata: “Serahkan.”
Ketika kita menyerahkan, kita tidak berhenti bergerak, tapi kita berhenti memaksa hasil.
Tugas kita adalah setia. Hasilnya… urusan Tuhan.
Pertanyaan Reflektif:
Apa yang hari ini masih aku pegang erat karena takut gagal atau tidak sesuai rencana?
Doa:
Tuhan, ajari aku melepaskan. Bukan karena aku tidak peduli, tapi karena aku percaya Engkau lebih sanggup memegang semuanya. Ajari aku menyerahkan, bukan mengendalikan.
Tantangan Hari Ini:
Ambil satu hal yang selama ini terasa membuat Bapak gelisah—dan serahkan dalam doa, lalu berhenti mengatur ulang dalam kepala. Biarkan Tuhan bertindak, meski tidak secepat atau setepat harapan kita.
Renungan Hari ke 29 - Tidak Dilihat, Tapi Tidak Dilupakan
Firman:
“Bukankah lima ekor burung pipit dijual dua duit? Namun seekor pun dari padanya tidak dilupakan Allah.” (Lukas 12:6)
Renungan:
Ada hari-hari ketika kita merasa tidak diperhatikan. Tidak disebut dalam rapat. Tidak dikomentari dalam WAG. Tidak dihargai dalam pelayanan. Tidak dipahami dalam keputusan.
Dan diam-diam, hati kita bertanya:
“Apakah aku ini berarti?”
Yesus tahu bahwa perasaan itu nyata. Maka Ia mengingatkan kita akan burung pipit.
Makhluk kecil, murah, tak dianggap penting. Namun satu pun dari mereka tidak dilupakan Allah. Artinya?
Kalau burung pipit saja Tuhan lihat, apalagi kita yang dikasihi-Nya.
Jadi meskipun kita tak masuk radar banyak orang, Tuhan tidak pernah melewatkan satu pun langkah kita. Tidak ada kesetiaan kecil yang tak tercatat. Tidak ada air mata yang sia-sia.
Tidak ada kebaikan tersembunyi yang luput dari mata-Nya.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku tetap mau setia hari ini, meski tidak ada yang melihat atau mengapresiasi?
Doa:
Tuhan, terima kasih karena Engkau tidak melupakan aku. Di tengah rasa sepi atau terlupakan,kupegang satu hal ini: Engkau tahu aku, Engkau melihat aku, dan Engkau mengasihiku.
Tantangan Hari Ini:
Lakukan satu tindakan kecil yang tidak akan ada orang yang tahu—bukan sebagai pengorbanan, tapi sebagai persembahan diam-diam kepada Tuhan yang tahu segalanya.
Renungan Hari ke 30 - Mengikut Tanpa Syarat
Firman:
“Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: 'Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi”(Lukas 9:57)
Renungan:
Mengikut Yesus tidak selalu berjalan di jalan yang lurus dan terang. Kadang jalan-Nya menikung, menanjak, bahkan gelap. Namun pengikut sejati berkata,
“Ke mana pun Engkau pergi, aku ikut.”Bukan hanya saat berkat turun, tapi juga saat jalan sunyi dan sepi. Bukan hanya saat pelayanan terasa menyenangkan, tapi juga saat hati dipanggil untuk menyangkal diri.
Yesus tidak mencari pengikut yang sekadar antusias. Dia mencari mereka yang tetap tinggal,
meski tidak mengerti semua rencana-Nya. Yang tetap percaya, meski langkah kaki goyah.
Yang tetap mengikut, meski tidak ada jaminan kenyamanan di depan.
Itulah yang Dia cari. Dan mungkin... itulah yang selama ini Tuhan sedang bentuk dari dalam diri Bapak—perlahan, dalam sunyi, dalam kesetiaan.
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku masih menetapkan syarat-syarat tertentu untuk tetap mengikut Kristus?
Doa:
Tuhan, hari ini aku ingin mengikut tanpa syarat. Bukan karena aku kuat, tapi karena aku percaya Engkau tahu ke mana Engkau membawaku. Tuntun aku tetap setia, meski tidak semua terasa jelas, karena bersama-Mu… aku tahu aku tidak akan tersesat.
Tantangan Hari Ini:
Katakan dalam doa pribadi Bapak hari ini, dengan hati yang utuh: “Tuhan, ke mana pun Engkau bawa hidupku… aku mau ikut.” Dan biarkan kalimat itu menuntun setiap keputusan hari ini—besar atau kecil.
Penutup
Akhirnya, jika boleh saya tegaskan sekali lagi: tulisan-tulisan ini bukanlah bentuk pengajaran. Bukan juga nasihat dari seseorang yang sudah mahir atau sudah sampai di garis akhir. Ini hanyalah catatan sederhana dari latihan sehari-hari—latihan menyangkal diri. Setidaknya, itulah yang sedang saya jalani, dan saya bagi di sini.
Jika dalam perjalanan membaca, ada bagian yang membuat hati Anda tersentuh, atau merasa seolah Tuhan sedang menyapa, maka yakinkanlah diri Anda: itu memang sapaan Tuhan. Sapaan yang bisa hadir lewat apa pun. Lewat tulisan yang sederhana, lewat percakapan diam-diam, atau bahkan melalui angin semilir di tengah terik panas siang hari.
Karena ini bukan soal saya. Bukan soal siapa yang menulis. Ini semua soal Kristus. Dan kepada-Nya saja segala hormat dan kemuliaan kembali.
Dan jika anda membaca sampai di titik ini, yang seolah titik akhir, yaknilah pula bahwa ini bukan sebuah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang. Perjalanan menyangkal diri, memikul Salib, dan mengikut Yesus. VIA DOLOROSA
SOLI DEO GLORIA