Posts

Showing posts from February, 2025

Disinformasi, Apatisme Politik, dan Peran Media

Image
.... Demokrasi yang kuat hanya bisa bertahan jika warganya tetap peduli dan terlibat. Sebaliknya, ketika apatisme menjadi norma, maka siapa yang mengendalikan informasi, dialah yang mengendalikan arah masa depan. Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat modern semakin dihadapkan pada paradoks yang menarik: meskipun informasi tersedia dalam jumlah yang melimpah, minat terhadap politik dan berita yang bersifat strategis justru menurun. Perdebatan mengenai hoaks politik, pengaruh troll army, dan strategi disinformasi yang terstruktur telah membuka mata kita bahwa ada mekanisme sosial yang bekerja dalam mengendalikan perhatian publik. Fenomena ini tidak hanya sekadar efek samping dari kemajuan teknologi, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika politik, ekonomi, dan psikologi sosial yang lebih besar. Fenomena Hoaks Politik dan Strategi Disinformasi Kasus terbaru mengenai hoaks yang menimpa Ganjar Pranowo menjadi salah satu contoh bagaimana disinformasi beroperasi...

Kalkulasi Imajiner Amarah Kolektif: Membaca Dinamika dan Residu Kemarahan Sosial

Image
Pemegang kekuasaan sering kali menggunakan berbagai cara untuk menekan ekspresi kemarahan. Mulai dari pengalihan isu, hiburan massal, pemberian bantuan sosial, hingga penindakan represif terhadap mereka yang berani bersuara.   Tidak ada ledakan sosial yang muncul tiba-tiba. Ia bukan sekadar gelombang emosional yang terjadi dalam semalam, tetapi akumulasi panjang dari ketidakpuasan yang tersimpan di banyak benak. Sebuah peristiwa besar yang mengguncang masyarakat hanyalah pemantik; lahan suburnya telah lama dipersiapkan oleh pengalaman ketidakadilan yang berulang. Di warung kopi, di gang-gang kecil, di lini-lini media sosial, dan di obrolan rumah tangga, percikan amarah tersebar. Awalnya hanya keluhan, kemudian berkembang menjadi ketidakpuasan yang terus menguat. Ada rasa jengah yang meresap, bukan hanya karena masalah ekonomi, tetapi juga karena ketidakadilan yang dianggap semakin nyata. Orang-orang mulai merasa bahwa suara mereka tidak lagi didengar, bahwa keputusan-keputusan ...

Antara Kesabaran dan Gelombang Perubahan: Bagaimana Bangsa ini Bergerak

Image
  Masyarakat yang tampaknya sabar dan menerima keadaan dalam waktu panjang sebenarnya menyimpan akumulasi tekanan yang pada titik tertentu dapat meledak menjadi gerakan besar atau amuk sosial yang sulit dikendalikan. Prolog Dalam lintasan sejarah, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mudah melupakan. Banyak peristiwa ketidakadilan, penindasan, dan kesewenang-wenangan yang terjadi dalam berbagai periode sejarah sering kali tidak bertahan lama dalam ingatan kolektif. Entah karena tidak ada penguatan dalam kesadaran sosial, atau karena masyarakat lebih memilih untuk tidak terus-menerus mengingat luka lama. Namun, di balik kecenderungan ini, terdapat karakter lain yang tak kalah penting dalam membentuk perjalanan bangsa ini—yakni kesabaran. Bukan berarti bangsa ini tidak menyadari ketidakadilan yang terjadi. Namun, sering kali, pelupaan ini terjadi sebagai bagian dari strategi bertahan hidup, menunggu waktu yang lebih tepat untuk bertindak. Kesabaran telah menjadi bagian ...

Manggala Dari Paitunan-7

Bab 7: Kemenangan Bhayangkara Langit masih pekat ketika prajurit Bhayangkara yang setia menyusup ke dalam istana. Mereka bergerak cepat, menghindari penjagaan musuh yang semakin ketat. Di dalam kediaman Sang Prabu, suasana mencekam. Beberapa pengawal yang masih setia telah bersiaga, tetapi jumlah mereka terlalu sedikit dibandingkan ancaman yang mengintai. "Kita harus membawa Sang Prabu ke tempat yang lebih aman sebelum mereka menyerbu ke sini," bisik salah seorang perwira Bhayangkara. Dengan penuh kehati-hatian, mereka mengawal Sang Prabu melewati lorong-lorong tersembunyi. Di luar, pertarungan sudah mulai pecah di berbagai sudut istana. Di tengah kekacauan itu, Naren, Wiro, dan pasukan Bhayangkara lainnya bertempur untuk mengulur waktu, memastikan Sang Prabu bisa keluar dengan selamat. Pertempuran Besar di Dalam Istana Balai Pamedan berubah menjadi arena pertempuran yang dahsyat. Pasukan pemberontak yang telah menyusup semakin banyak, namun pasukan Bhayangkara yang setia tid...

Kesunyian Natal yang Tak Terlupakan

Image
Yogyakarta, Tahun 1979 Malam itu tanggal 24  Desember 1979, langit Yogyakarta masih diguyur gerimis tipis sejak sore. Suasana begitu sunyi. Tak ada suara anak-anak bermain petasan, tak ada kendaraan yang melintas di jalan depan rumah. Biasanya, setiap Natal atau Idul Fitri, beberapa kakak dan saudara yang tinggal diluar kota pulang ke rumah di Yogyakarta, membawa suasana yang lebih ramai. Namun, Natal kali ini berbeda. Tak ada satupun kerabat yang pulang. Hanya ada ibu, adek, dan aku. Sepi. Aku ingin sekali merasakan Natal yang lebih bermakna. Mengikuti misa tengah malam di Gereja Katolik Pugeran adalah keinginan yang sudah kupendam sejak siang. Namun, siapa yang akan menemaniku? Ibu sudah berencana pergi misa tanggal 25 Desember siang hari. Ibu juga sempat mengajakku untuk mengikuti misa bersama, tapi kali ini aku ingin mendapatkan suasana yang berbeda, mengikuti misa tengah malam. Kali itu, aku sempat berharap bisa berangkat bersama Prawoto, tetangga yang juga Katolik...

HARUM KENANGAN DI BAWAH POHON KOPI TUA

Image
Halaman rumah tua kami di kampung Ketanggungan, Yogyakarta, dulu cukup luas dan dipenuhi pepohonan. Di bagian depan rumah, dekat garasi mobil dan pintu masuk berdiri pohon alpukat yang menjulang tinggi, buahnya sering bergelayut lebat di antara dedaunan hijau pekat. Setiap kali musim panen, buahnya dikumpulkan, dan aku paling suka ketika mengolahnya dengan gula, diaduk hingga lembut seperti bubur bayi yang manis dan gurih. Tapi ketika musim ulat, puluhan  uler kékét   yang besarnya sekelingking orang dewasa dan berwarna hijau muda tampak menggelikan sekaligus berbahaya bila bulunya menempel di kulit dan menyebabkan rasa gatal dan panas.  Sedangkan dipinggir halaman, berjajar pohon waru dengan daun lebatnya, membentuk pagar alami yang memisahkan rumah kami dari lingkungan disekitarnya. Burung-burung kecil, seperti prenjak atau trucukan sering bertengger di rantingnya saat pagi, berkicau riang seolah menyambut matahari yang mulai menembus dedaunan. Udara pagi ...

Saksi Bisu di Halaman Rumah Tua

Image
Di halaman rumah tua kami di Yogyakarta, berdiri sebuah pohon nangka besar di sebelah dapur. Batangnya kokoh, dahannya lebar, dan daunnya rimbun, menciptakan keteduhan yang menyejukkan bahkan di siang hari yang terik. Di bawah pohon inilah banyak kisah masa kecilku dan saudara-saudaraku terukir. Sejak aku masih kecil, sekitar enam tahun, mbak Toet, mbak Nuk, dan Paijem, anak Mbok Parto, pembantu keluarga kami sering menggelar tikar di bawahnya. Pohon nangka ini bukan hanya sekadar peneduh, tapi juga tempat berkumpul, tempat melepas lelah, dan tempat berbagi cerita. Di sana, Paijem dengan tekun menyisir rambut mbak Toet dengan suri, sisir lembut yang terbuat dari tanduk kerbau, mencari kutu yang saat itu masih lazim bagi pemilik rambut panjang. Sambil tiduran di tikar, suara radio transistor dua band AM dan MW mengalun lembut, memutar lagu-lagu lawas atau lawakan khas Basiyo yang selalu berhasil membuat kami tertawa. Namun, ada satu kejadian yang selalu kami waspadai saat du...

Misteri Drumband yang Hilang di Angin Pagi

Image
(Yogyakarta, Sekitar Tahun 1976an) Sejak kecil, aku sudah sering mendengar cerita tentang suara drumband gaib yang muncul menjelang subuh di kota tempat kelahiranku, Yogyakarta.  Beberapa teman di kampung pernah membicarakannya — bahwa pada waktu-waktu tertentu, terdengar alunan suara drumband yang seolah berasal dari kejauhan, tetapi ketika dikejar, suaranya malah menghilang begitu saja. Aku yang masih anak-anak waktu itu tentu penasaran. Benarkah ada suara drumband tanpa wujud dan tidak ketahuan sumber suaranya.?  Aku pernah menanyakan hal ini kepada ibu sebelum tidur, berharap mendapat jawaban yang lebih pasti. Ibu tidak menolak pertanyaanku, tapi justru menceritakan mitos yang sudah lama dipercaya orang-orang tua. "Mungkin itu pasukan tentara Mataram zaman dulu," kata ibu dengan suara lembutnya. Aku terbelalak. "Tentara Mataram, Bu?" tanyaku heran. Ibu mengangguk pelan. "Katanya, ada masanya arwah mereka berjalan kembali, berbaris menuju medan p...

Petualangan Masa Kecil

Image
Pagi itu, matahari masih setengah naik di ufuk timur. Udara segar berembus perlahan, membawa aroma tanah basah yang khas dari kampung Ketanggungan, Yogyakarta, tahun 1975-an. Cahaya matahari yang lembut menyapu jalanan desa yang masih lengang, hanya sesekali dilalui sepeda dan becak. Kendaraan bermotor masih jarang, sehingga suasana terasa lebih tenang dan alami. Aku tidak sendiri. Tetanggaku, Ngatino, yang beberapa tahun lebih tua dariku, sudah siap dengan sepedanya. Kami akan pergi berburu burung di sawah dan tegalan di belakang Panti Sosial Nitipuran, yang kala itu lebih akrab kami sebut Tipuran. Senapan angin kaliber 4.5 tersampir di punggungku, dan sekotak peluru pelet tersimpan rapi di saku celanaku. Perjalanan dimulai dari kampung Ketanggungan, menuju arah barat melewati kampung Suronggaman. Nama kampung ini membawa cerita-cerita seram yang sudah lama menjadi bagian dari cerita rakyat sekitar. Konon, orang-orangnya dikenal keras dan sulit ditebak. Maka, setiap kali m...

Manggala Dari Paitunan-6

Bayangan Pemberontakan Setelah dituduh sebagai bagian dari pengkhianatan, Naren dan Wiro tetap berada di istana dengan langkah serba hati-hati. Mereka tidak bisa langsung melarikan diri sebab setiap gerakan akan dicurigai. Mereka harus menunggu kesempatan yang tepat. Ketika keduanya masih menimbang langkah selanjutnya, seorang punggawa kerajaan dengan pakaian kebesaran melangkah masuk ke ruangan dengan penuh hormat. Ia memberi salam kepada **Ndoro Putri Ajeng**, lalu menatap Naren dan Wiro dengan mata penuh tanda tanya sebelum duduk bersila dengan sopan. “Hamba mohon izin, Ndoro Putri,” ujarnya dengan suara berwibawa. “Ada perintah dari dalam istana bahwa kedua pemuda ini adalah bagian dari kelompok pengkhianat kerajaan. Hamba diperintahkan untuk menyerahkan mereka kepada pengawal utama.” Mata Ndoro Putri Ajeng menyipit. Ia menatap punggawa itu dengan tenang, tetapi sorot matanya tajam penuh makna. “Kedua pemuda ini adalah tamuku. Urusan mereka berada dalam tanggung jawabku,” ucapnya d...

Jejak Langkah di Pinggir Kota Jogja

Image
Langit pagi di Ketanggungan, Yogyakarta, tahun 1970-an, masih bersih dari hiruk-pikuk kendaraan bermotor. Kampung kecil di pinggir kota itu hidup dalam keteraturan sederhana, di mana anak-anak bermain di halaman rumah dan gang-gang sempit yang menjadi bagian dari keseharian mereka. Di antara anak-anak itu, ada seorang bocah bernama Bowo, yang lebih akrab dipanggil "Dhen-gus" oleh orang-orang kampung. Panggilan yang sesungguhnya ia tidak sukaisukai karena menjauhkannya dengan banyak teman sebaya di kampung yang.  Bowo tumbuh dalam keluarga ningrat. Rumahnya rumah tua peninggalan jaman dulu, yang kata eyangnya dulu jaman belanda sempat menjadi rumah sakit untuk menolong para pejuang. Rumah itu punya banyak ornamen khas arsitektur Jawa. Ibunya, seorang wanita kuat yang membesarkan sepuluh anak seorang diri setelah suaminya wafat, selalu menekankan disiplin dan kehormatan keluarga. Namun, bagi Bowo, itu berarti batasan yang kaku—larangan bermain ke rumah teman, peratu...

Aquarium Besar Bernama Dunia

Di sebuah akuarium raksasa, ribuan ikan hidup dalam keseimbangan air yang jernih, batu karang yang kokoh, ganggang yang melambai-lambai, dan aliran arus yang lembut. Bagi kebanyakan ikan, inilah dunia yang mereka kenal—cukup luas, cukup aman, dan selalu tersedia makanan. Sebagian besar ikan hidup tanpa banyak berpikir tentang keberadaan mereka. Kenapa mereka ada disini, saat ini, dan bukan ditempat lain. Mereka sibuk mencari makan, menemukan pasangan, dan berkembang biak. Setiap hari mereka berenang, berputar di antara batu-batu karang, sesekali berebut makanan yang jatuh dari atas, lalu kembali menjalani rutinitas yang sama. Inilah hidup yang mereka pahami. Di sisi lain, ada ikan-ikan yang amat rakus. Mungkin ia adalah jenis ikan yang berasal dari tepian Bengawan Solo. Mereka menguasai wilayah tertentu di akuarium, mengambil lebih banyak makanan, bahkan menyingkirkan banyak ikan yang lebih lemah. Jenis ikan dari tepian Bengawan solo ini tidak peduli dengan aturan perikanan, yang penti...